1. karena pembayaran
Pembayaran
adalah pelaksanaan atau pemenuhan tiap perjanjian secara suka rela, artinya
tidak dengan paksaan atau eksekusi. Tiap pembayaran yang sah dapat
dipenuhi oleh siapa pun yang berkepentingan, seperti orang yang turut berutang
atau penanggung utang. Pembayaran yang sah juga dapat dipenuhi oleh pihak
ketiga yang tidak berkepentingan, asal pihak ketiga itu bertindak atas nama dan
untuk melunasi utang debitur, atau asal ia tidak mengambil alih hak-hak
kneditur sebagai pengganti jika ía bertindak atas namanya sendiri. (ps. 1383)
Agar suatu
pembayaran untuk melunasi suatu utang berlaku sah, orang yang melakukannya
haruslah pemilik mutlak barang yang dibayarkan dan pula berkuasa untuk memindahtangankan
barang itu. Meskipun demikian, pembayaran sejumlah uang atau suatu barang lain
yang dapat dihabiskan, tak dapat diminta kembali dan seseorang yang dengan
itikad baik telah menghabiskan barang yang telah dibayarkan itu, sekalipun
pembayaran itu dilakukan oleh orang yang bukan pemiliknya atau orang yang tak
cakap memindahtangankan barang itu.
Tata cara pembayaran menurut
KUHPer adalah :
Ø
Dilakukan oleh kreditur atau perwakilannya.
Ø
Dilakukan denganitikad baik.
Ø
Pembayaran dilakukan ditempat yang disepakati oleh kreditur
Mengenai
pembayaran sewa rumah, sewa tanah, tunjangan tahunan untuk nafkah, bunga abadi
atau bunga cagak hidup, bunga uang pinjaman, dan pada umumnya segala sesuatu
yang harus dibayar tiap tahun atau tiap waktu yang lebih pendek, maka dengan
adanya tiga surat tanda pembayaran tiga angsuran berturut-turut, timbul suatu
persangkaan bahwa angsuran-angsuran yang Iebih dahulu telah dibayar lunas,
kecuali jika dibuktikan sebaliknya.Biaya yang harus dikeluarkan untuk menyelenggarakan
pembayaran, ditanggung oleh debitur.
Seorang yang
mempunyai berbagai utang, pada waktu melakukan pembayaran berhak menyatakan
utang mana yang hendak dibayarnya. Seorang yang mempunyai utang dengan bunga,
tanpa izin kreditur, tak dapat melakukan pembayaran untuk pelunasan uang pokok
lebih dahulu dengan menunda pembayaran bunganya. Pembayaran yang dilakukan
untuk uang pokok dan bunga, tetapi tidak cukup untuk melunasi seluruh utang,
digunakan terlebih dahulu untuk melunasi bunga.
Jika seseorang,
yang mempunyai berbagai utang uang, menerima suatu tanda pembayaran sedangkan
kreditur telah menyatakan bahwa apa yang diterimanya itu adalah khusus untuk
melunasi salah satu di antara utang-utang tersebut, maka tak dapat lagi debitur
menuntut supaya pembayaran itu dianggap sebagai pelunasan suatu utang yang
lain, kecuali jika oleh pihak kreditur telah dilakukan penipuan, atau debitur
dengan sengaja tidak diberitahu tentang adanya pernyataan tersebut.
Jika tanda
pembayaran tidak menyebutkan untuk utang mana pembayaran dilakukan, maka
pembayaran itu harus dianggap sebagai pelunas utang yang pada waktu itu paling
perlu dilunasi debitur di antara utang-utang yang sama-sama dapat ditagih, maka
pembayaran harus dianggap sebagai pelunasan utang yang dapat ditagih lebih
dahulu daripada utang-utang lainnya, meskipun utang yang terdahulu tadi kurang
penting sifatnya daripada utang-utang lainnya itu. Jika utang-utang itu sama
sifatnya, maka pelunasan harus dianggap berlaku untuk utang yang paling lama,
tetapi jika utang-utang itu dalam segala-galanya sama, maka pelunasan harus
dianggap berlaku untuk masing-masing utang menurut imbangan jumlah
masing-masing. Jika tidak ada satu pun yang sudah dapat ditagih, maka penentuan
pelunasan harus dilakukan seperti dalam hal utang-utang yang sudah dapat
ditagih.
2. penawaran pembayaran
tunai diikuti oleh penyimpanan
Jika kreditur
menolak pembayaran, maka debetur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai
atas apa yang harus dibayarnya, dan jika kreditur juga menolaknya,, maka debitur
dapat menitipkan uang atau barangnya kepada Pengadilan. Penawaran demikian,
yang diikuti dengan penitipan, membebaskan debitur dan berlaku baginya sebagai
pembayaran, asal penawaran itu dilakukan menurut undang-undang, sedangkan apa
yang dititipkan secara demikian adalah atas tanggungan kreditur.
Agar penawaran yang demikian sah, perlu:
Ø
Penawaran itu dilakukan kepada seorang kreditur atau wakilnya;
Ø
Orang yang berkuasa untuk membayar;
Ø
Penawaran itu mengenai seluruh uang pokok yang dapat dituntut dan bunga yang
dapat ditagih serta biaya yang telah ditetapkan, tanpa mengurangi penetapan
kemudian;
Ø
Ketetapan waktu telah tiba jika itu dibuat untuk kepentingan kreditur;
Ø
Syarat yang menjadi beban utang telah terpenuhi.
Ø
Penawaran itu dilakukan di tempat yang menunut persetujuan pembayaran;
Ø
Penawaran itu dilakukan oleh seorang Notaris atau juru sita, masing-masing
disertai dua orang saksi.
Agar suatu penyimpanan sah, tidak
perlu adanya kuasa dan Hakim cukuplah:
Ø
Dengan disampaikan keterangan;
Ø
Dengan menitipkannya pada kas penyimpanan atau penitipan di kepaniteraan pada
Pengadilan yang akan mengadilinya;
Ø
Oleh Notaris atau jurusita, masing-masing disertai dua orang saksi
Ø
Jika kreditur tidak datang untuk menerimanya, berita acara tentang penitipan
diberitahukan kepadanya, dengan peringatan untuk mengambil apa yang dititipkan
itu.
Biaya yang
dikeluarkan unituk menyelenggarakan penawaran pembayaran tunai dan penyimpanan
harus dipikul oleh kreditur, jika hal itu dilakukan sesuai dengan
undang-undang. Selama apa yang dititipkan itu tidak diambil oleh kreditur,
debitur dapat mengambilnya kembali, dalam hal itu orang-orang yang turut
berutang dan para penanggung utang tidak dibebaskan.
3.
Pembaharuan utang (inovatie)
Novasi
adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya sutau perikatan dan pada
saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti
perikatan semula.
Ada
tiga macam novasi yaitu :
1)
Novasi obyektif, dimana perikatan yang telah ada diganti dengan perikatan lain.
2)
Novasi subyektif pasif, dimana debiturnya diganti oleh debitur lain.
4. Perjumpaan utang (kompensasi)
Kompensasi
adalah salah satu cara hapusnya perikatan, yang disebabkan oleh keadaan, dimana
dua orang masing-masing merupakan debitur satu dengan yang lainnya. Kompensasi
terjadi apabila dua orang saling berutang satu pada yang lain dengan mana
utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan, oleh undang-undang
ditentukan bahwa diantara kedua mereka itu telah terjadi, suatu perhitungan
menghapuskan perikatannya (pasal 1425 KUH Perdata). Misalnya A berhutang
sebesar Rp. 1.000.000,- dari B dan sebaliknya B berhutang Rp. 600.000,- kepada
A. Kedua utang tersebut dikompensasikan untuk Rp. 600.000,- Sehingga A masih
mempunyai utang Rp. 400.000,- kepada B.Untuk terjadinya kompensasi
undang-undang menentukan oleh Pasal 1427KUH Perdata, yaitu utang tersebut :
- Kedua-duanya berpokok sejumlah uang atau.
- Kedua-duanya berpokok sejumlah uang atau.
-
Berpokok sejumlah barang yang dapat dihabiskan. Yang dimaksud dengan barang
yang dapat dihabiskan ialah barang yang dapat diganti.
-
Kedua-keduanya dapat ditetapkan dan dapat ditagih seketika.
5. Pembebasan utang.
Undang-undang
tidak memberikan definisi tentang pembebasan utang. Secara sederhana pembebasan
utang adalah perbuatan hukum dimana dengan itu kreditur melepaskan haknya untuk
menagih piutangnya dari debitur. Pembebasan utang tidak mempunyai bentuk
tertentu. Dapat saja diadakan secara lisan. Untuk terjadinya pembebasan utang
adalah mutlak, bahwa pernyataan kreditur tentang pembebasan tersebut ditujukan
kepada debitur. Pembebasan utag dapat terjadi dengan persetujuan atau Cuma-
Cuma.
Menurut
pasal 1439 KUH Perdata maka pembebasan utang itu tidak boleh dipersangkakan
tetapi harus dibuktikan. Misalnya pengembalian surat piutang asli secara
sukarela oleh kreditur merupakan bukti tentang pembebasan utangnya.
Dengan
pembebasan utang maka perikatan menjadi hapus. Jika pembebasan utang dilakukan
oleh seorang yang tidak cakap untuk membuat perikatan, atau karena ada paksaan,
kekeliruan atau penipuan, maka dapat dituntut pembatalan. Pasal 1442 menentukan
: (1) pembebasan utang yang diberikan kepada debitur utama, membebaskan para
penanggung utang, (2) pembebasan utang yang diberikan kepada penanggung utang,
tidak membebaskan debitur utama, (3) pembebasan yang diberikan kepada salah
seorang penanggung utang, tidak membebaskan penanggung lainnya.
6. Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan.
Bidang
kebatalan ini dapat dibagi dalam dua hal pokok, yaitu : batal demi hukum dan
dapat dibatalkan.
Disebut
batal demi hukum karena kebatalannya terjadi berdasarkan undang-undang.
Misalnya persetujuan dengan causa tidak halal atau persetujuan jual beli atau
hibah antara suami istri adalh batal demi hukum. Batal demi hukum berakibat
bahwa perbuatan hukum yang bersangkutan oleh hukum dianggap tidak pernah
terjadi. Contoh : A menghadiahkan rumah kepada B dengan akta dibawah tangan, maka
B tidak menjadi pemilik, karena perbuatan hukum tersebut adalah batal demi
hukum. Dapat dibatalkan, baru mempunyai akibat setelah ada putusan hakim yang
membatalkan perbuatan tersebut. Sebelu ada putusan, perbuatan hukum yang
bersangkutan tetap berlaku. Contoh : A seorang tidak cakap untuk membuat
perikatan telah menjual dan menyerahkan rumahnya kepada B dan kerenanya B
menjadi pemilik. Akan tetapi kedudukan B belumlah pasti karena wali dari A atau
A sendiri setelah cukup umur dapat mengajukan kepada hakim agar jual beli dan
penyerahannya dibatalkan. Undang-undang menentukan bahwa perbuata hukum adalah
batal demi hukum jika terjadi pelanggaran terhadap syarat yang menyangkut
bentuk perbuatan hukum, ketertiban umum atau kesusilaan. Jadi pada umumnya
adalah untuk melindungi ketertiban masyarakat. Sedangkan perbuatan hukum dapat
dibatalkan, jika undang-undang ingin melindungi seseorang terhadap dirinya
sendiri.
Syarat
yang membatalkan
Yang
dimaksud dengan syarat di sini adalah ketentun isi perjanjian yang disetujui
oleh kedua belah pihak, syarat mana jika dipenuhi mengakibatkan perikatan itu
batal, sehingga perikatan menjadi hapus. Syarat ini disebut ”syarat batal”.
Syarat batal pada asasnya selalu berlaku surut, yaitu sejak perikatan itu
dilahirkan. Perikatan yang batal dipulihkan dalam keadaan semula seolah-olah
tidak pernah terjadi perikatan. Lain halnya dengan syarat batal yang
dimaksudkan sebagai ketentuan isi perikatan, di sini justru dipenuhinya syarat
batal itu, perjanjian menjadi batal dalam arti berakhir atau berhenti atau
hapus. Tetapi akibatnya tidak sama dengan syarat batal yang bersifat obyektif.
Dipenuhinya syarat batal, perikatan menjadi batal, dan pemulihan tidak berlaku
surut, melainkan hanya terbatas pada sejak dipenuhinya syarat itu.
7. Kedaluwarsa
Menurut
ketentuan Pasal 1946 KUH Perdata, lampau waktu adalah suatu alat untuk
memperoleh susuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya
suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.
Dengan demikian menurut ketentuan ini, lampau waktu tertentu seperti yang
ditetapkan dalam undang-undang, maka perikatan hapus.
Dari
ketentuan Pasal tersebut diatas dapat diketehui ada dua macam
lampau
waktu, yaitu :
(1).
Lampau waktu untuk memperolah hak milik atas suatu barang, disebut
”acquisitive
prescription”;
(2).
Lampau waktu untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau dibebaskan
dari
tuntutan,
disebut ”extinctive prescription”; Istilah ”lampau waktu” adalah terjemahan
dari istilah aslinya dalam bahasa belanda ”verjaring”. Ada juga terjemaha lain
yaitu ”daluwarsa”. Kedua istilah terjemahan tersebut dapat dipakai, hanya saja
istilah daluwarsa lebih singkat dan praktis.
8. Musnahnya barang yang terutang
Apabila
benda yang menjadi obyek dari suatu perikatan musnah tidak dapat lagi
diperdagangkan atau hilang, maka berarti telah terjadi suatu ”keadaan
memaksa”at au force majeur, sehingga undang-undang perlu mengadakan pengaturan
tentang akibat-akibat dari perikatan tersebut. Menurut Pasal 1444 KUH Perdata,
maka untuk perikatan sepihak dalam keadaan yang demikian itu hapuslah
perikatannya asal barang itu musnah atau hilang diluar salahnya debitur, dan
sebelum ia lalai menyerahkannya. Ketentuan ini berpokok pangkal pada Pasal 1237
KUH Perdata menyatakan bahwa dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu
kebendaan tertentu kebendaan itu semenjak perikatan dilakukan adalah atas
tenggungan kreditur. Kalau kreditur lalai akan menyerahkannya maka semenjak
kelalaian-kebendaan adalah tanggungan debitur.
9. pembatalan perjanjian
Semua perikatan
yang dibuat oleh anak yang belum dewasa, atau orang-orang yang berada di bawah
pengampuan adalah batal demi hukum. Jika tata cara yang ditentukan untuk sahnya
perbuatan yang menguntungkan anak-anak yang behum dewasa dan orang-orang yang
berada di bawah pengampuan telah terpenuhi, atau jika orang yang menjalankan
kekuasaan orangtua, wali atau pengampu telah melakukan perbuatan-perbuatan yang
tidak melampaui batas-batas kekuasaannya, maka anak-anak yang belum dewasa dan
orang-orang yang berada di bawah pengampuan itu dianggap telah melakukan
sendiri perbuatan-perbuatan itu setelah mereka menjadi dewasa atau tidak lagi
berada di bawah pengampuan, tanpa mengurangi hak mereka untuk menuntut orang
yang melakukan kekuasaan orangtua, wali atau pengampu itu bila ada alasan untuk
itu.
Ketentuan pasal
yang lalu tidak berlaku untuk perikatan yang timbul dan suatu kejahatan atau
pelanggaran atau dan suatu perbuatan yang telah menimbulkan kerugian bagi orang
lain. Begitu juga kebelumdewasaan tidak dapat diajukan sebagai alasan untuk
melawan perikatan yang dibuat oleh anak-anak yang belum dewasa dalam perjanjian
perkawinan dengan mengindahkan ketentuan Pasal 1601g, atau persetujuan
perburuhan yang tunduk pada ketentuan Pasal 1601h.
Perikatan yang
dibuat dengan paksaan, penyesatan atau penipuan, menimbulkan tuntutan untuk
membatalkannya. Dengan alasan telah dirugikan, orang-orang dewasa, dan juga
anak-anak yang belum dewasa bila mereka dapat dianggap sebagai orang dewasa,
hanyalah dapat menuntut pembatalan penikatan yang telah mereka buat dalam
hal-hal khusus yang ditetapkan undang-undang.
Batas waktu
standar batalnya suatu perikatan adalah lima tahun. Tuntutan untuk pernyataan
batalnya suatu perikatan, gugur jika perikatan itu dikuatkan secara tegas atau
secara diam-diam, sebagai berikut: oleh anak yang belum dewasa, setelah ia
menjadi dewasa; oleh orang yang berada di bawah pengampuan, setelah
pengampuannya dihapuskan, oleh perempuan bersuami yang bertindak tanpa bantuan
suaminya, setelah perkawinannya bubar; oleh orang yang mengajukan alasan adanya
paksaan, penyesatan atau penipuan, setelah paksaan itu berhenti atau setelah
penyesatan atau penipuan itu diketahuinya.
10. percampuran
hutang
Percampuran
hutang adalah suatu kedudukan dimana kreditur dan debitur berkumpul pada satu
orang, maka terjadilah demi hukum suatu percampuran utang dan oleh sebab itu
piutang dihapuskan.
Percampuran
yang terjadi pada diri penanggung utang, sekali-kali tidak mengakibatkan
hapusnya utang pokok. Percampuran yang terjadi pada diri salah satu dan pada
debitur tanggung-menanggung, tidak berlaku untuk keuntungan para debitur
tanggung-menanggung lain hingga melebihi bagiannya dalam utang
tanggung-menanggung.
No comments:
Post a Comment